BUMN Reasuransi – Pakar Perasuransian, Abduh Sudiyanto, mengatakan DPR dan Pemerintah sebaiknya kembali mengoperasikan perusahaan reasuransi BUMN yakni PT Reasuransi Umum Indonesia. Keberadaan reasuransi BUMN ini bertujuan untuk menjaga potensi terjadinya outflow dari industri asuransi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR. “Sudah saatnya perusahaan reasuransi yang dulu dihidupkan kembali karena itu sebagai penjaga uang kita keluar dan sekaligus penghasil devisa dari luar,” kata Abduh di Gedung DPR Jakarta, Rabu (16/1).
Menurut Abduh, salah satu negara yang dapat menjadi contoh dalam usaha peransuransian adalah Inggris. Inggris, kata Abduh, memanfaatkan industri asuransinya sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan negara. Dengan demikian, Inggris memiliki pendapatan yang tidak tampak dari premi-premi seluruh dunia yang masuk ke negara tersebut.
“Pendapatan Inggris begitu besar sekali dari premi yang masuk,” tuturnya.
Artinya, keberadaan industri asuransi membutuhkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah untuk mengoperasikan kembali PT Reasuransi Umum Indonesia. “Mimpi kita, Indonesia bisa mendapatkan dana yang masuk dari luar,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak mengatakan, industri asuransi membutuhkan dana sekitar Rp3 triliun hingga Rp4 triliun untuk membentuk perusahaan reasuransi raksasa. Hal tersebut disampaikan oleh Kornelius pada RDPU bersama Komisi XI DPR minggu lalu.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Pakar Peransuransian Frans Sahulisawane. Frans mengatakan, pada tahun 1954, Indonesia mendapatkan pendapatan negara yang 60 persen berasal dari kegiatan asuransi dengan keberadaan perusahaan reasuransi. Pendapatan perusahaan reasuransi tersebut berasal dari berbagai negara termasuk Rusia, Rumania, Yugoslavia hingga Argentina. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Reasuransi Umum Indonesia.
Frans berpendapat, PT Reasuransi Umum Indonesia berhenti beroperasi karena beberapa kelemahan. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan terhadap usaha reasuransi sehingga perusahaan tersebut beroperasi dengan nominal rupiah. Akibatnya, rupiah mengalami depresiasi.
“Secara teknik, rupiah lemah saat itu dan terus terdepresiasi terus nilai neracanya sehingga, dalam takaran internasional dia makin mengecil terus,” paparnya.
Frans menjelaskan, saat ini perusahaan tersebut membentuk sebuah perusahaan reasuransi, PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo). Meskipun baru, Reindo berkembang baik dan menjadi terbesar di Indonesia. Ini merupakan 100 persen anak perusahaan BUMN yang run-off.
Lebih lanjut Frans menambahkan, saat ini Indonesia dinilai sudah sangat memungkinkan untuk kembali membentuk perusahaan reasuransi dengan menggunakan RUU Usaha Peransurasian sebagai payung hukumnya. Apalagi, saat ini rupiah relatif stabil terhadap mata uang internasional.
“Jadi, base neraca kita tidak akan tergerus, kemudian knowledge kita sudah lumayan bagus,” pungkasnya.
Copyright © Pusat Info CPNS 2020 - 196 q 2.164 s.